Jumat, 31 Januari 2025

Perbedaan Tahun Baru Hijrah dan Masehi

 PERBEDAAN  TAHUN BARU MASEHI & HIJRIAH “

1.       Asal Mula

Kalender Hijriah Setelah wafatnya Nabi Muhammad, diusulkan kapan dimulainya Tahun 1 Kalender Islam. Ada yang mengusulkan adalah tahun kelahiran Muhammad sebagai awal patokan penanggalan Islam. Ada yang mengusulkan pula awal patokan penanggalan Islam adalah tahun wafatnya Nabi Muhammad.Pada tahun 638 M (17 H), khalifah Umar bin Khatab menetapkan awal patokan penanggalan Islam adalah tahun dimana hijrahnya Nabi Muhammad dari Mekkah ke Madinah. Penentuan awal patokan ini dilakukan setelah menghilangkan seluruh bulan-bulan tambahan (interkalasi) dalam periode 9 tahun. Tanggal 1 Muharam Tahun 1 Hijriah bertepatan dengan tanggal 16 Juli 622, dan tanggal ini bukan berarti tanggal hijrahnya Nabi Muhammad. Peristiwa hijrahnya Nabi Muhammad terjadi bulan September 622. Dokumen tertua yang menggunakan sistem Kalender Hijriah adalah papirus di Mesir pada tahun 22 H.

Kalender masehi merupakan salah satu system penanggalan yang dibuat berdasarkan pada peredaran bumi mengelilingi matahari (syamsiah solar system) yang penaggalannya dimulai semenjak kelahiran Nabi Isa Almasih as. (sehingga disebut Masehi ;Masihi). Nama lain dari kalender ini adalah kalender Milladiah (kelahiran).Tahun baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM. Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskkitariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir.

Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.

2.      Penentuan Tanggal

Penentuan dimulainya sebuah hari/tanggal pada Kalender Hijriyah berbeda dengan pada Kalender Masehi. Pada sistem Kalender Masehi, sebuah hari/tanggal dimulai pada pukul 00.00 waktu setempat. Namun pada sistem Kalender Hijriah, sebuah hari/tanggal dimulai ketika terbenamnya matahari di tempat tersebut. Kalender Hijriyah dibangun berdasarkan rata-rata silkus sinodik bulan kalender lunar (qomariyah), memiliki 12 bulan dalam setahun. Dengan menggunakan siklus sinodik bulan, bilangan hari dalam satu tahunnya adalah (12 x 29,53059 hari = 354,36708 hari).Hal inilah yang menjelaskan 1 tahun Kalender Hijriah lebih pendek sekitar 11 hari dibanding dengan 1 tahun Kalender Masehi.

3.      Nama Bulan

Nama Bulan pada tahun Masehi

Hukum Merayakan Tahun Baru Masehi

 A. Sejarah Tahun Baru Masehi

masehi

Seiring dengan waktu, tak terasa kita akan memasuki tahun baru 2025. Umumnya dalam rangka menyambut pergantian waktu, berbagai ragam dan cara dilakukan, mulai dengan cara meniup terompet, pesta kembang api, menghadiri tempat wisata , berfoya-foya dan ada juga mengikuti hawa nafsu dengan lawan jenis dsb. Islam memiliki pandangan sendiri tentang perayaan Tahun Baru Masehi milik umat Nasrani itu. Berikut beberapa hal yang berkatian dengan peringatan Tahun Baru Masehi :

A. Sejarah Tahun Baru Masehi

Tahun Baru pertama kali dirayakan pada tanggal 1 Januari 45 SM (sebelum masehi). Tidak lama setelah Julius Caesar dinobatkan sebagai kaisar Roma, ia memutuskan untuk mengganti penanggalan tradisional Romawi yang telah diciptakan sejak abad ketujuh SM. Dalam mendesain kalender baru ini, Julius Caesar dibantu oleh Sosigenes, seorang ahli astronomi dari Iskandariyah, yang menyarankan agar penanggalan baru itu dibuat dengan mengikuti revolusi matahari, sebagaimana yang dilakukan orang-orang Mesir. Satu tahun dalam penanggalan baru itu dihitung sebanyak 365 seperempat hari dan Caesar menambahkan 67 hari pada tahun 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari. Caesar juga memerintahkan agar setiap empat tahun, satu hari ditambahkan kepada bulan Februari, yang secara teoritis bisa menghindari penyimpangan dalam kalender baru ini. Tidak lama sebelum Caesar terbunuh di tahun 44 SM, dia mengubah nama bulan Quintilis dengan namanya, yaitu Julius atau Juli. Kemudian, nama bulan Sextilis diganti dengan nama pengganti Julius Caesar, Kaisar Augustus, menjadi bulan Agustus.Dari sini kita dapat menyaksikan bahwa perayaan tahun baru dimulai dari orang-orang kafir dan sama sekali bukan dari Islam. Perayaan tahun baru terjadi pada pergantian tahun kalender Gregorian yang sejak dulu telah dirayakan oleh orang-orang kafir.

B. Alasan Larangan Merayakan Tahun Baru Masehi, antara lain :

  1. Merayakan tahun baru masehi berarti, berarti mengikuti kebiasan orang yahudi dan nasrani atau Tasyabuh, perbuatan yang dilarang dalam ajaran Islam . Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.”(HR. Abu Dawud, Ahmad dan dishahihkan Ibnu Hibban. Ibnu Taimiyah menyebutkannya dalam kitabnya Al-Iqtidha’ dan Fatawanya. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 2831 dan 6149). Ibnu Taimiyah rahimahullaah menyebutkan, bahwa menyerupai orang-orang kafir merupakan salah satu sebab utama hilangnya (asingnya syi’ar) agama dan syariat Allah, dan munculnya kekafiran dan kemaksiatan. Sebagaimana melestarikan sunnah dan syariat para nabi menjadi pokok utama setiap kebaikan. (Lihat: Al-Iqtidha’: 1/314).
  2. Sikap boros merupakan salah satu sikap perbuatan syetan. Merayakan hari raya dengan cara foya-foya, menghamburkan uang untuk membeli sesuatu yang mubazir ( petasan ), mengunjungi tempat hiburan merupakan perbuatan yang sia-sia. Hanya sebatas mengikuti hawa nafsu. Padahal suatu saat nanti, manusia pasti akan diminta pertanggungjawaban mengenai harta.
  3. Begadang dan berkumpul ditempat hiburan hingga larut malam, dapat melalaikan kepada Allah SWT. Apalagi dibarengi dengan perbuatan maksiat lainnnya, seperti pacaran dan perzinahan dikalangan remaja. Bukankah Allah SWT menciptakan malam agar manusia dapat beristirahat dan bermunajat doa kepada-Nya. Bukan untuk melakukan perbuatan yang sia-sia.

Sebagaian ulama ada yang berpendapat :

  • Apabila ada yang merayakan tahun baru masehi dalam rangka bersyukur kepada Allah SWT dan menginstropeksi diri kita , apa apa saja yang telah kita lakukan pada tahun lalu , kesalahan apa saja yang telah kita buat lalu kita memperbaikinya di tahun yang akan datang . Lalu diniatkan malam tahun baru untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan melakukan shalat tahajud pada malam pergantian tahun. Tanpa ikut larut serta dalam keramaian tahun baru. Hal ini boleh saja dilakukan.

Hanya saja bukankah ” Allah SWT telah menyuruh kepada manusia untuk intropeksi, berzikir , bersyukur, beribadah pada setiap waktu dan dimanapun kita berada. Dan Islam dengan jelas, telah menjelaskan tata cara bersyukur yang sesuai dengan ajaran Allah SWT , sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW “. Kita sebagai seorang muslim yang beriman hendaknya mengikuti apa-apa yang telah ditetapkan dalam Islam dan menjauhi larangannya. Wallahua’lam

Rabu, 22 Januari 2025

HUKUM MIM MATI

 A. Pengertian

     Hukum Mim mati adalah tatacara membaca mim mati dalam suatu bacaan. 

B. Pembagian Hukum Mim Mati

     Hukum Mim sukun dibagi menjadi 3 macam, antara lain:

1. Idghom Mitsli (Idghom Mimi)

 

Yaitu apabila mim mati bertemu mim, dibacanya dengan cara memasukan mim mati ke mim didepannya ( ditasydidkan ) dan memanjangkannya hingga 1 alif ( 2 Harkat )

Contoh:

كُنْتُمْ مُسْلِمِيْنَ     مْ – م

2. Ikhfa’ Syafawi

Yaitu apabila mim mati bertemu ba, dibacanya samar dan didengungkan hingga panjang 1 alif ( 2 Harkat )

Contoh:

تَرْمِيْهِمْ بِحِجَارَةٍ    مْ – ب

3. Idzhar Syafawi

Yaitu apabila mim mati bertemu salah satu huruf hijaiah selain mim dan b , dibacanya jelas dengan tidak dipanjangkan.

Contoh:

هُمْ نَا ئِمُوْنَ ( مْ – ن )   اَمْ لَمْ تُنْدِ رْ هُمْ    مْ – ت

HUKUM NUN MATI DAN TANWIN

 A. Pengertian

Hukum Nun Mati dan Tanwin maksudnya adalah tatacara membaca Nun Mati atau Tanwin dalam suatu bacaan. Tanwin adalah tanda baca yang menunjukan bahwa huruf terakhir kata diucapkan sepertti bertemu dengan huruf nun mati.”

B. Pembagian Hukum Nun Mati dan Tanwin

1.Idzhar

Menurut bahasa,arti idhar adalah jelas atau tampak. Sedangkan menurut istilah adalah melafadhkan huruf idhar dari makhrojnya dengan suara jelas atau terang dengan tanpa disertai mendengung (bilaghunnah)
Jumlah huruf idhar ada enam yaitu

  ء هـ ع ح غ خ

Huruf  diatas dinamakan juga dengan istilah “Halqi”,  dikarenakan keenam huruf tersebut tempat keluarnya adalah berada di tenggorokan. Cara membacanya : Jika ada nun mati atau tanwin yang bertemu dengan salah satu dari huruf halaq yang enam tersebut, maka harus dibaca dengan suara terang atau jelas, baik bertemunya itu dalam satu kalimat atau dilain kalimat.
Contoh :

َانْعَمْتَ    منْ ءَا َمنَ    رَسُوْلٌ أمِيْنٌ   مِنْهُمْ   اِنْ هُوَ    سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

2. Idghom

Idghom menurut bahasa adalah memasukkan sesuatu kepada sesuatu, sedangkan menurut istilah, idghom adalah bertemunya huruf yang mati dengan huruf yang hidup, sehingga ketika dibaca akan serupa dengan huruf yang bertasydid.
Macam-Macam Idghom
21. Idghom bighunnah :
Idghom artinya memasukkan sesuatu kepada sesuatu, Bi Ghunnah artinya dengan disertai suara dengung.Yaitu apabila ada nun mati atau tanwin yang bertemu dengan salah satu huruf empat, yaitu :

ي, ن , م , و

Cara membacanya : Huruf pertama yang berupa nun mati dan tanwin dimasukkan ke huruf yang kedua dengan disertai dengung .
Contoh :

منْ وَّرَاءِ هِمْ , هُدىً ِمنْ رَّبِّهِمْ , حِطَّةٌ نَّغْفِرْ لكُمْ

Pengecualian
Idhar wajib : Apabila ada nun mati yang bertemu dengan huruf wawu atau ya’ dalam satu kalimat, maka yang demikian itu harus dibaca dengan terang atau jelas. Dikarenakan jika diidghomkan takut menyerupai dengan huruf Mudhoaf (huruf dua yang sama)

Contoh :

دُنْيَا , بُنْيَا نٌ , صِنْوَا نٌ , قِنْوَانٌ

22. Idghom bila ghunnah
Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan salah satu dari dua huruf yaitu : ل dan ر
Cara membacanya : Huruf pertama yang berupa nun mati atau bertanwin dimasukkan kesalah satu dari dua huruf dengan tidak disertai suara dengung ( Bilaghunnah ).
Contoh :

ِمنْ رَّ ِبّهِمْ , غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ , هُدىً لِّلْمُتَّقِيْنَ , يُبَيِّنْ لَكُمْ

3. Iqlab
Arti menurut bahasa yaitu membalik atau menukar. Sedang menurut istilah adalah menjadikan huruf pada tempatnya huruf yang lain disertai dengan dengungan (ghunnah).
Apabila ada nun mati atau tanwin bertemu dengan huruf ب. Cara membacanya huruf pertama yang berupa nun mati atau tanwin diganti/ditukar menjadi suara mim karena bertemu dengan huruf ب
Contoh:

منْ بعْدِ , ينْبُتُ , سَمِيْعٌ بَصِيْرٌ

4. Ikhfa’
Apabila ada nun mati atau tanwin yang bertemu dengan salah satu huruf lima belas yaitu:

دُمْ طَيِّباٌ زِدْ فِى تُقىً ضَعْ ظَا لماً جَادَ شَخْصٌ قَدْ سَمَا اَ كَمْ ثَن صِفْ ذَا

Cara membacanya: Huruf pertama yang berupa nun mati atau tanwin dibaca dengan suara samar karena bertemunya dengan salah satu huruf lima belas tersebut.
Cara membaca ikhfa dibagi menjadi tiga bagian yaitu :
41. Aqrob (اقرب) adalah yang lebih dekat dengan idhar yaitu membacanya seperti idhar tetapi disertai dengung sehingga menjadi samar. Adapun hurufnya ada tiga yaitu ت , ط , د .
Contoh :

ُمنْتَهُوْنَ , يَنْطِقُوْنَ ,

42. Ab’ad (ابعد) adalah yang lebih jauh dari idhar yaitu ketika membaca sangat nampak dengungnya atau samarnya sehingga suara nun mati atau tanwin menjadi hilang sama sekali. Adapun hurufnya ada dua yaitu ق dan ك  . Contoh :

منْ قبل, منْك

43. Ausath (اوسط) adalah pertengahan antara ikhfa’ aqrob dan ikhfa’ ab’ad dalam hal kesamaran membacanya. Adapun hurufnya ada satu yaitu ف .Contoh :

ِمنْ فَضْل الله

Sedangkan selain dari huruf Ikfa’ Aqrob, Ab’ad dan Ausath boleh dibaca dengan dua wajah yaitu Aqrob atau Ausath
Contoh :

إِنْ جآءَ كم , يَنْظُرُوْنَ

 

Senin, 13 Januari 2025

A. Pengertian Iman Kepada Rasul Allah

Iman kepada rasul berarti meyakini bahwa rasul itu benar benar utusan Allah SWT yang di tugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat.

Pengertian rasul dan nabi berbeda. Rasul adalah manusia pilihan yang diberi wahyu oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri dan mempunyai kewajiban untuk menyampaikan kepada umatnya. Nabi adalah manusia pilihan yang di beri wahyu oleh Allah SWT untuk dirinya sendiri tetapi tidak wajib menyampaikan pada umatnya. Dengan demikian seorang rasul pasti nabi tetapi nabi belum tentu rasul. Meskipun demikian kita wajib meyakini keduanya.

Firman Allah SWT :
al anam 6-crop

  • “Dan kami mengutus para rasul itu melainkan untuk memberikan kabar gembira dan memberi peringatan.Barangsiapa yang beriman dan mengadakan perbaikan, maka tidak ada kekawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(QS. Al An’am 6 : 48)

B. Nama Nama Rasul Allah Dan Sifat Sifatnya

Rasul rasul yang wajib diimani berjumlah 25 orang:

1. Adam As    6. Ibrahim As  11. Yusuf As  16. ZulkiFli As  21. Yunus As

2. Idris As     7. Luth As     12. Ayub As   17. Daud As    22. Zakaria As

3. Nuh As      8. Ismail As   13. Syu’aib As 18. Sulaiman As 23. Yahya As

4. Hud As      9. Ishaq As    14. Musa As  19. Ilyas As     24. Isa As

5. Sholeh As   10. Yaqub As  15. Harun As  20. Ilyasa As    25. Muhammad Saw

Seluruh rasul mempunyai sifat yang sangat terpuji dan terhindar dari sifat-sifat tercela. Sifat-sifat terpuyji yang harus dimiliki rasul disebut sifat wajib rasul, sedangkan sifat-sifat tercela yang tidak mungkin ada pada diri rasul disebut sifat mustahil para rasul.

Sifat wajib ada 4 antara lain :

  1. Sidiq            : berkata benar
  2. Amanah     : dapat dipercaya
  3. Tabligh       : menyampaikan
  4. Fathonah   : cerdik,pandai

Sedang sifat mustahil bagi rasul yaitu :

  1. Kizib           : berkata bohong
  2. Khianah    : tidak dapat dipercaya
  3. Kitman      : menyembunyikan
  4. Baladah     : bodoh

C. Dalil –dalil Tentang Iman kepada Rasul Allah SWT

1. Allah mengutus rasul sebagai pembawa kebenaran ( wahyu Allah )
al ahzab 3

  • “Sesungguhnya kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan. dan tidak ada suatu umatpun melainkan Telah ada padanya seorang pemberi peringatan” (Fathir : 24)

2. Allah mengutus rasul sebagai suri tauladan
al ahzab 2

  • “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu, yaitu bagi yang mengharab rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (Al-Ahzab: 21 )

3. Allah mengutus seorang rasul membawa kabar gembira danperingatan
al ahzab 1

  • “Wahai nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.”(Al-Ahzab: 45)

D. Rasul Ulul Azmi

Rasul ulul azmi adalah utusan Allah yang memiliki kesabaran dan ketabahan yang luar biasa dalam menyampaikan risalah kepada umatnya.

Diantaran 25 nabi dan rasul, ada rasul yang di beri gelar ulul azmi, yaitu :

  1. Nabi Nuh As
  2. Nabi Ibrahim As
  3. Nabi Musa As
  4. Nabi Isa As
  5. Nabi Muhammad SAW

E. Fungsi Iman Kepada Rasul Allah SWT

  1. Bertambah iman kepada Allah SWT dengan mengetahui bahwa rasul benar-benar manusia pilihan Allah
  2. Mau mengamalkan apa yang disampaikan para rasul
  3. Mempercayai tigas-tugas yang dibawanya untuk disampaikan kepada umatnya
  4. Lebih mencintai dan menghormati rasul atas perjuangannya
  5. Memperoleh teladan yang baik untuk menjalani hidup

PANDUAN BULAN RAMADHAN

 Beberapa Hal Yang Berkaitan Dengan Puasa Ramadhan Menurut Ayat Qur’an dan Hadits


1. Kewajiban berpuasa dalam Al Qur’an

albaqarahpuasa

  • “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183]

Pada bulan Ramadhan, setiap Muslim wajib berpuasa kecuali orang yang sakit, dalam perjalanan, haidh, atau pun belum balligh:

  • “Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” [Al Baqarah 185]

2. Keutamaan berpuasa:

  • “Diriwayatkan dari Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” [Bukhari-Muslim]

Orang yang berpuasa termasuk golongan yang mendapat ampunan dan pahala besar dari Allah:

  • “Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.” [Al Ahzab 35]

“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hamba yang berpuasa di jalan Allah, Allah akan menjauhkannya dari api Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun” [Bukhari-Muslim]

3. Keutamaan bulan Ramadan

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1793

4. Wajib berpuasa Ramadan jika melihat hilal awal Ramadan dan berhenti puasa jika melihat hilal awal Syawal. Jika tertutup awan, maka hitunglah 30 hari

  • Hadis riwayat Ibnu Umar ra :Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari). Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1795

5. Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan

  • Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa. (Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1812 )

6. Dilarang puasa pada hari raya

  • “Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak boleh berpuasa pada dua hari tertentu, iaitu Hari Raya Korban (Aidiladha) dan hari berbuka dari bulan Ramadan (Aidilfitri)” [Bukhari-Muslim]

7. Niat Puasa Ramadhan

  • Sesungguhnya amal itu tergantung dari niat [Bukhari-Muslim].Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” [Imam Lima]

8. Bersahur (makan sebelum Subuh) itu sunnah Nabi

  • “Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Hendaklah kamu bersahur karena dalam bersahur itu ada keberkatannya” [Bukhari-Muslim]

Tips agar kuat berpuasa: minumlah 2 sendok makan madu dan 3 butir korma saat sahur. Sunnah melambatkan sahur.

  • Dari Zaid bin Tsabit ra., ia berkata:  Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan salat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah saw. menjawab: Selama bacaan 50 ayat (sekitar 5 menit). (Shahih Muslim No.1837)

9. Menyegerakan Berbuka Puasa di waktu maghrib

  • “Diriwayatkan daripada Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Apabila datang malam, berlalulah siang dan tenggelamlah matahari. Orang yang berpuasa pun bolehlah berbuka” [Bukhari-Muslim]
  • Dari Sahal Ibnu Sa’ad Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [Muttafaq Alaihi]
  • Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang menyegerakan berbuka.”
  • Sunnah berbuka puasa dengan kurma dan air minum (ta’jil) kemudian shalat Maghrib. Setelah itu makan malam.
  • Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.

10. Ketika kita berpuasa, kita dilarang berkata kotor, mencaci, atau berkelahi. Hal ini untuk menempa diri kita agar memiliki akhlak yang terpuji:

  • “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” [Bukhari-Muslim]

11. Puasa yang sia-sia

  • “Dari Abu Hurairah ra: katanya Rasulullah saw berabda: “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” [Bukhari]
  • Jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.

12. Dilarang bersetubuh pada saat berpuasa

  • “Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Seorang lelaki datang menemui Rasulullah s.a.w lalu berkata: Celakalah aku wahai Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w bertanya: Apakah yang telah membuatmu celaka?. Lelaki itu menjawab: Aku telah bersetubuh dengan isteriku pada siang hari di bulan Ramadan. Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu memerdekakan seorang hamba? Lelaki itu menjawab: Tidak. Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak. Rasulullah s.a.w bertanya lagi: Mampukah kamu memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Kemudian duduk. Rasulullah s.a.w kemudiannya memberikan kepadanya suatu bekas yang berisi kurma lalu bersabda: Sedekahkanlah ini. Lelaki tadi berkata: Tentunya kepada orang yang paling miskin di antara kami. Tiada lagi di kalangan kami di Madinah ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami. Mendengar ucapan lelaki itu Rasulullah s.a.w tersenyum sehingga kelihatan sebahagian giginya. Kemudian baginda bersabda: Pulanglah dan berilah kepada keluargamu sendiri” [Bukhari-Muslim]

13. Bangun dari junub tidak membatalkan puasa

  • “Diriwayatkan daripada Aisyah dan Ummu Salamah r.a, kedua-duanya berkata:: Nabi s.a.w bangkit dari tidur dalam keadaan berjunub bukan dari mimpi kemudian meneruskan puasa” [Bukhari-Muslim]

14. Lupa tidak membatalkan puasa

  • Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.” [Muttafaq Alaihi]

15. Orang yang sedang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa. Tapi wajib menggantinya di lain hari.

  • Dari Hamzah Ibnu Amar al-Islamy ra bahwa dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku kuat berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa? Maka Rasulullah SAW bersabda: “Ia adalah keringanan dari Allah, barangsiapa yang mengambil keringanan itu maka hal itu baik dan barangsiapa senang untuk berpuasa, maka ia tidak berdosa.” [Bukhari-Muslim]

16. Orang tua cukup bayar fidyah

  • Ibnu Abbas ra berkata: Orang tua lanjut usia diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari untuk seorang miskin, dan tidak ada qodlo baginya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim.
  • Orang yang sakit atau bepergian boleh tidak puasa. Namun harus mengganti puasanya di hari lain. Ada pun orang yang berat menjalankannya (misalnya sudah tua), wajib membayar fidyah:
  • “Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” [Al Baqarah 184]
  • Wanita hamil/menyusui jika kuat sebaiknya puasa. Tapi jika dia sakit atau lemah sehingga merasa berat sebagaimana ayat di atas, dia bisa mengqodho puasanya.

17. I’tikaf (diam di masjid) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan

  • Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya. Muttafaq Alaihi.
  • Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bila hendak beri’tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya. Muttafaq Alaihi.
  • Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa meninggal dan ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya.” Muttafaq Alaihi.
  • Dari Abu Ayyub Al-Anshory ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” Riwayat Muslim.

18. Malam Lailatul Qadr

Malam Lailatul Qadar adalah malam mulia yang nilainya lebih baik daripada 1.000 bulan (354.000x malam biasa):

  • “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” [QS Al Qadar: 1 – 5]

Dari Ibnu Umar ra bahwa beberapa shahabat Nabi SAW melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka barangsiapa mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir.” Muttafaq Alaihi.

Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan ra bahwa Nabi SAW bersabda tentang lailatul qadar: “Malam dua puluh tujuh.” [Abu Daud]

Dari ‘Aisyah ra bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: “bacalah:

Doa Malam Lailatul Qadar

  • artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku).” Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud.

Nabi biasa melakukan shalat sunnat malam (Tarawih) pada bulan Ramadhan:

  • Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau.” [Hr Bukhari]

Wallahua’lam.  Dikutip dari http://media-islam.or.id/category/islam/puasa

Selasa, 07 Januari 2025

PERKARA YANG MEMBATALKAN PUASA

 

Banyak perbuatan yang harus dijauhi oleh orang yang puasa, karena kalau perbuatan ini dilakukan pada siang hari bulan Ramadhan akan merusak (membatalkan, ed) puasanya dan akan berlipat dosanya. Perkara-perkara tersebut adalah.

1. Makan dan Minum Dengan Sengaja

Alloh SWT berfirman :

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّىٰ يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ۖ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ “

Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam” [Q.S. Al-Baqarah : 187]

Dipahami bahwa puasa itu (mencegah) dari makan dan minum, jika makan dan minum berarti telah berbuka, kemudian dikhususkan kalau sengaja, karena jika orang yang puasa melakukannya karena lupa, salah atau dipaksa, maka tidak membatalkan puasanya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

. إِذَا نَسِيَ فَأَ كَالَ وَشَرِبَ فَلْيَتِمَّ صَوْمَهُ فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ

“Jika lupa hingga makan dan minum, hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya makan dan minum” [Hadits Riwayat Bukhari 4/135 dan Muslim 1155]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

. إِنَّ اللَّهَ وَضَعَ عَنْ أُمَّتِي الْخَطَاً وَالنِّسْيَانَ وَمَا اسْتُكرِهُوا عَلَيْهِ

“Sesungguhnya Allah memberi maaf kepada umatku karena kesalahan dan lupa serta apa yang dipaksakan kepada mereka”

2. Muntah Dengan Sengaja.

Karena barangsiapa yang muntah karena terpaksa tidak membatalkan puasanya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

. مَنْ ذَرَعَهُ الْقَيْءُ فَلَيْسَ عَلَيْهِ قَضَاءٌ وَمَنِ اسْتَقَاءَ فَليَقْضِ

“Barangsiapa yang terpaksa muntah, maka tidak wajib baginya untuk mengqadha’ puasanya, dan barangsiapa muntah dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha’ puasanya“

3. Haidh dan Nifas

Jika seorang wanita haidh atau nifas, pada satu bagian siang, baik di awal ataupun di akhirnya, maka mereka harus berbuka dan mengqadha puasa. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda

أَلَيْسَ إِذَا خَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ؟ قُلنَ : بَلَى : قَالَ : فَذَ لِكَ نُقْصَانُ دِيْنِهَا

“Bukankah jika haid dia (wanita) tidak shalat dan puasa ? Kami katakan : “Ya”, Beliau berkata : ‘Itulah (bukti) kurang agamanya” [Hadits Riwayat Muslim 79, dan 80 dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah]

Dalam riwayat lain, Perintah mengqadha’ puasa terdapat dalam riwayat Mu’adzah :

Dia berkata. : Aku pernah bertanya kepada Aisyah : ‘ Mengapa orang haid mengqadha’ puasa tetapi tidak mengqadha shalat?’ Aisyah berkata : ‘Apakah engkau wanita Haruriyyah ? Aku menjawab : ‘Aku bukan Haruri, tapi hanya (sekedar) bertanya’. Aisyah berkata : ‘Kamipun haidh ketika puasa, tetapi kami hanya diperintahkan untuk mengqadha puasa, tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat” [Hadits Riwayat Bukhari 4/429 dan Muslim 335]

4. Suntikan Yang Mengandung Makanan

Yaitu menyalurkan zat makanan ke perut dengan maksud memberi makan bagi orang sakit. Suntikan seperti ini membatalkan puasa, karena memasukkan makanan kepada orang yang puasa [4] Adapun jika suntikan tersebut tidak sampai kepada perut tetapi hanya ke darah, maka itupun juga membatalkan puasa, karena cairan tersebut kedudukannya menggantikan kedudukan makanan dan minuman. Kebanyakan orang yang pingsan dalam jangka waktu yang lama diberikan makanan dengan cara seperti ini, seperti jauluz dan salayin, demikian pula yang dipakai oleh sebagian orang yang sakit asma, inipun membatalalkan puasa.

5. Jima’ (Hubungan Badan)

Imam Syaukani berkata : “Jima’ dengan sengaja, tidak ada ikhtilaf (perbedaan pendapat) padanya bahwa hal tersebut membatalkan puasa, adapaun jika jima’ tersebut terjadi karena lupa, maka sebagian ahli ilmu menganggapnya sama dengan orang yang makan dan minum dengan tidak sengaja” Ibnul Qayyim berkata  : “Al-Qur’an menunjukkan bahwa jima’ (hubungan badan) membatalkan puasa seperti halnya makan dan minum, tidak ada perbedaan pendapat akan hal ini”.

Dalilnya adalah firman Allah

. فَالْآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ ۚ “

Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk kalian” [Al-Baqarah/2 : 187]

Dengan demikian Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan izin untuk berhubungan badan (pada malam hari) Dari hal tersebut (maka bisa) difahami dari sini bahwa puasa itu dari makan, minum dan jima’. Barangsiapa yang merusak puasanya dengan jima’ harus mengqadha’ dan membayar kafarat.

Dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu (dia berkata): “Pernah datang seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian ia berkata, ‘Ya Rasulullah binasalah aku!’ Rasulullah bertanya, ‘Apa yang membuatmu binasa?’ Orang itu menjawab, ‘Aku menjimai istriku di bulan Ramadhan’. Rasulullah bersabda, ‘Apakah kamu mampu memerdekakan seorang budak?’ Orang itu menjawb, ‘Tidak’. Rasulullah bersabda, ‘Apakah engkau mampu memberi makan enam puluh orang miskin?’ Orang itu menjawab, ‘Tidak’ Rasulullah bersabda, ‘Duduklah’. Diapun duduk. Kemudian ada yang mengirim satu wadah korma kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda, ‘Bersedekahlah’, Orang itu berkata, ‘Tidak ada di antara dua kampung ini keluarga yang lebih miskin dari kami’. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tertawa hingga terlihat gigi serinya, lalu beliau bersabda, ‘Ambillah, berilah makan keluargamu”.

Wallahua’lam.  Oleh Syaikh Salim bin ‘Ied Al-Hilaaly Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid

Sabtu, 04 Januari 2025

ZAKAT

 Kata zakat berasal dari bahasa arab “zakaah” yang artinya menurut bahasa tumbuh atau suci. Pengertian zakat menurut syara’ ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta tertetu kemudian diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat.

“Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!” (QS. An-Nisaa : 77).
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At-Taubah : 103).
Abu Abdurrahman Abdullah bin Umar bin Khattab ra. Berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Islam dibangun atas lima perkara : persaksian bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad Rasul Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, melaksanakan ibadah haji, berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhori dan Muslim).
Zakat terbagi menjadi dua macam, yaitu zakat fithrah dan zakat mal.

Zakat Fithrah
Menurut bahasa, zakat fithrah artinya zakat yang dikeluarkan pada hari raya Idul fithri, sedangkan pengertian menurut syari’at Islam adalah zakat yang diwajibkan bagi setiap muslim, laki-laki maupun perempuan, besar maupun kecil, yang memiliki kelebihan bagi keperluan dirinya dan keluarganya di hari raya Idul Fithri.
Dalam sebuah hadits dinyatakan sebagai berikut :
“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud).

Syarat Wajib Zakat Fithrah
Zakat fithrah wajib dilaksanakan bagi orang-orang yang memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

  1. Islam.
  2. Orang tersebut ada (hidup) pada waktu terbenam matahari pada malam Idul Fithri. Dengan demikian orang yang meninggal sebelum terbenam matahari pada malam Idul Fithri ia tidak wajib membayar zakat fithrah, demikian juga anak yang lahir sesudah terbenam matahari tidak wajib dibayarkan zakat fithrahnya. Orang yang menikah sesudah terbenam matahari pada malam Idul Fithri juga tidak wajib membayarkan zakat fithrah bagi istrinya.
  3. Orang itu mempunyai kelebihan makan baik untuk dirinya maupun keluarganya pada malam hari raya dan siang harinya. Rasulullah SAW bersabda :
    Ketika Rasulullah SAW mengutus Muadz ke Yaman, beliau bersabda : “Beritahukanlah kepada mereka (penduduk Yaman), sesungguhnya Allah mewajibkan kepada mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang-orang yang fakir di hadapan mereka.” (HR. Jama’ah ahli hadits).
    Adapun harta yang ada pada seseorang pada malam Idul Fithri untuk keperluan sehari-hari seperti meja, kursi, pakaian dan sebagainya tidak perlu dijual untuk membayar zakat fithrah. Orang yang memenuhi syarat untuk membayar zakat fithrah ia wajib membayarnya untuk dirinya dan semua anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya.

Waktu Membayar Zakat Fithrah

Zakat fithrah ini boleh dibayarkan sejak awal bulan Ramadhan secara ta’jil (sengan lebih cepat) sampai dengan hari idul Fithri sebelum shalat. Berikut ini akan dikemukakan beberapa waktu pembayaran zakat fithrah :

  1. Waktu yang diperbolehkan yaitu mulai dari awal bulan Ramadhan sampai penghabisan bulan Ramadhan.
  2. Waktu wajib, yaitu semenjak terbenam matahari pada akhir bulan Ramadhan.
  3. Waktu yang afdhal, yaitu waktu sesudah shalat shubuh dan sebelum shalat Idul Fithri.

Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan orang-orang yang berpuasa dan untuk memberi makan orang-orang miskin. Siapa yang melaksanakannya (mengeluarkan zakat fithrah) sebelum shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk zakat yang diterima, dan siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat hari raya maka yang demikian itu termasuk sedekah biasa.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Mustahiq Zakat Fithrah
Mustahiq zakat fithrah artinya orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah. Orang-orang yang berhak menerima zakat fithrah menurut pendapat yang kuat adalah golongan fakir miskin. Hal ini sesuai dengan hadits Rasullullah SAW, yaitu :
“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah untuk membersihkan diri orang-orang yang berpuasa dari perbuatan yang tidak berguna dan pada perkataan yang kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin.” (HR. Abu Dawud).
Cara membayar zakat, baik zakat fithrah maupun zakat harta boleh secara langsung kepada mustahiqnya, atau kalau di suatu tempat itu ada panitia penerimaan dan penyaluran zakat, lebih baik pembayaran zakat itu melalui panitia.
Harta yang dikeluarkan untuk zakat fithrah adalah makanan pokok yang berlalu di negara/daerah di mana wajiba zakat tinggal, bisa berupa beras, gandum, sagu, jagung dan lain-lain. Menurut suatu pendapat, zakat fithrah boleh dibayarkan dengan berupa uang yang telah ditetapkan.
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata : Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fithrah pada bulan Ramadhan, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum atas tiap-tiap orang muslim merdeka atau hamba sahaya, baik laki-laki maupun perempuan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Ukuran jumlah yang dibayarkan zakat fithrah sebanyak satu sha’ sama dengan 3,5 liter (2,5 kg) beras.

Zakat Harta (Zakat Maal)
Zakat harta ialah kegiatan mengeluarkan sebagian harta kekayaan berupa binatang ternak, hasil tanaman (buah-buahan), emas dan perak, harta perdagangan dan kekayaann lain yang diberikan kepada yang berhak menerimanya dengan beberapa syarat tertentu.

Syarat wajib zakat harta adalah sebagai berikut :

  1. Islam
  2. Baligh
  3. Berakal
  4. Merdeka
  5. Milik sendiri
  6. Mencukupi satu nishab sesuai dengan jenis yang akan dikeluarkan zakatnya.
  7. Telah mencukupi satu haul (satu tahun) kecuali untuk buah-buahan (pertanian), atau harta temuan, tidak harus menunggu satu haun, dan untuk bintang ternak yang wajib dizakati ialah yang digembalakan di padang rumput.

Macam-macam Harta yang Wajib Dizakati dan Ketentuan Nishabnya

a. Emas, perak dan uang
Nishab untuk emas adalah 20 mitsqal atau sama dengan 93,4 gram, zakatnya 2,5%.
Nisab perak adalah 200 dirham atau setara dengan 624 gram, zakatnya 2,5%.

Jika emas atau perak telah mencapai atau melebihi dari ukuran nishab dan telah satu tahun, maka telah wajib zakatnya, dan jumlah kelebihan tersebut harus diperhitungkan juga. Misalnya jumlah emas sebanyak 100 gram, maka perhitungannya adalah 2,5% dikalikan 100 gram = 2,5 gram. Yang dikeluarkan zakat bukanlah potongan/bagian dari emas tersebut, melainkan nilai uang yang setara dengan jumlah emas yang harus dikeluarkan.
Nishab dan jumlah yang harus dikeluarkan disetarakan dengan nishab emas dan perak.
Rasulullah SAW bersabda : “Apabila engkau mempunyai perak 200 dirham dan telah cukup satu tahun maka zakatnya 5 dirham dan tidak wajib zakat emas atas kamu hingga kamu mempunyai 20 dinar dan telah cukup satu tahun maka wajib zakat padanya setengah dinar.” (HR. Abu Dawud).

b. Harta Perdagangan
Jika barang-barang perdagangan dalam satu tahun ternyata nilainya seharga emas yang wajib dikeluarkan zakatnya, maka barang perdagangan tersebut wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah sebagai berikut :
Dari Samurah, Rasulullah SAW memerinthakan kepada kamu agar mengeluarkan zakat dari barang yang disediakan untuk dijual.” (HR. Ad-Daruquthni dan Abu Dawud).

c. Zakat Hasil Tanaman
Buah-buahan seperti kurma, biji-bijian yang mengenyangkan seperti beras, gandum, jagung dan yang semisal wajib dizakatkan jika mencukupi nishabnya. Zakat buah-buahan dan biji-bijian tidak perlu haul (satu tahun) tetapi dikeluarkannya pada waktu panen. Allah SWT berfirman :
“Dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’aam : 141).
Nishab zakat hasil tanaman adalah sebanyak lima wasaq, sebagaimana hadits Rasulullah SAW :
Dari Abu Said Al-Khudri ra, sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada zakat pada barang seperti tanaman dan biji-bijian yang kurang dari 5 wasaq.” (HR. Al-Bukhari).
Dari Ibnu Umar ra, dari Nabi SAW beliau bersabda : “Tanaman yang dialiri dengan air hujan, mata air atau yang tumbuh di rawa-rawa, zakatnya sepersepuluh dan yang diairi dengan tenaga pengangkutan zakatnya seperduapuluh.” (HR. Al-Bukhari).
Keterangan :
1 wasaq = 60 sha’, sehingga 5 wasaq = 300 sha’
1 sha’ = 2,304 kg, sehingga 300 sha’ = 691,2 kg = 6 kwintal 91 kg 200 gram
Zakat yang harus dikeluarkan :

  • Jika penyiraman menggunakan air hujan, mata air atau tumbuh di rawa-rawa sebesar 10%.
  • Jika penyiraman menggunakan tenaga pengakutan sebesar 5%.

d. Zakat Binatang Ternak

1) Unta
Seseorang yang mempunyai 5 ekor unta ke atas wajib mengeluarkan zakatya dengan aturan sebagai berikut :

  • 5 ekor unta zakatnya 1 ekor kambing
  • 10 ekor unta zakatnya 2 ekor kambing
  • 15 ekor unta zakatnya 3 ekor kambing
  • 20 ekor unta zakatnya 4 ekor kambing
  • 25 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 1-2 tahun
  • 36 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • 46 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 3-4 tahun
  • 61 ekor unta zakatnya 1 ekor unta berumur 4-5 tahun
  • 76 ekor unta zakatnya 2 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • 91 ekor unta zakatnya 2 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • 121 ekor unta zakatnya 3 ekor unta berumur 2-3 tahun
  • Kemudian untuk tiap-tiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 2-3 tahun dan untuk tiap-tiap 50 ekor zakatnya 1 ekor unta berumur 3-4 tahun.

2) Nishab dan Zakat Sapi atau Kerbau
Nishab zakat sapi atau kerbau ialah mulai dari 30 ekor ke atas dengan rincian sebagai berikut :

  • 30 – 39 ekor sapi/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau yang berumur 1-2 tahun (tabi’)
  • 40 – 59 ekor sapi/kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi/kerbau betina yang berumur 2-3 tahun (musinnah).
  • Untuk selanjutnya tiap-tiap 40 ekor sapi/kerbau zakatnya seekor anak sapi atau kerbau betina yang berumur 2-3 tahun (musinnah).

3) Nishab dan Zakat kambing
Nishab kambing mulai dari 40 ekor kambing dan zakatnya 1 ekor kambing berumur 2-3 tahun (ma’zun). Selanjutnya diatur sebagai berikut :

  • 40 – 120 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • 121 – 200 ekor kambing zakatnya 2 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • 201 – 300 ekor kambing zakatnya 3 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • 301 – 400 ekor kambing zakatnya 4 ekor kambing berumur 2-3 tahun.
  • Untuk selanjutnya setiap bertambah 100 ekor kambing, zakatnya 1 ekor kambing.

e. Nishab dan Zakat hasil tambang
Hasil tambang berupa emas, perak dan sebagainya apabila sampai memenuhi nishab sebagaimana nishab emas dan perak maka harus dikeluarkan zakatnya seketika itu juga, tidak usah menunggu satu tahun. Adapun zakatnya adalah sebesar 2,5%.

f. Nishab dan Zakat barang temuan (luqathah)
Barang temuan berupa emas atau perak jika mencapai satu nishab harus dikeluarkan zakatnya seketika itu juga sebesar 20%. Ukuran nishabnya sama dengan emas dan perak.

Mustahiq Zakat
Mustahiq zakat harta adalah orang-orang yang berjak menerima zakat harta, terdiri dari delapan ashnaf (golongan). Sebagaimana firman Allah SWT :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para muallaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”

  1. Orang fakir, yaitu orang yang tidak ada harta untuk keperluan hidup sehari-hari dan tidak mampu untuk bekerja dan berusaha.
  2. Orang miskin, yaitu orang yang penghasilan sehari-harinya tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.
  3. ‘Amil, yaitu orang-orang yang bertugas mengumpulkan dan membagi-bagikan zakat kepada orang yang berhak menerimaknya. ‘Amil dapap disebut juga panitia.
  4. Muallaf, yaitu orang yang beru masuk Islam dan imannya masih lemah.
  5. Hamba sahaya (budak), yaitu orang yang belum merdeka.
  6. Gharim, yaitu orang yang mempunyai banyak hutang sedangkan ia tidak mampu untuk membayarnya.
  7. Sabilillah, yaitu orang-orang yang berjuang di jalan Allah.
  8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) seperti dalam berdakwah dan menutut ilmu.

Hikmah Zakat

  1. Sebagai ungkapan syukur dan terimakasih kepada Allah SWT yang telah memberikan bermacam-macam kenikmatan antara lain berupa kekayaan.
  2. Dengan zakat, orang yang tidak mampu akan tertolong sehingga mereka dapat melakukan kewajiban-kewajibanya.
  3. Zakat mengandung pendidikan untuk menjauhkan diri dari sifat kikir dan ssifat-sifat lain yang tercela.
  4. Zakat dapat menciptakan hubungan kasih sayang dan saling mencintai antara orang kaya dan orang miskin dan juga dapat menghilangkan kecemburuan yang mungkin akan menimbulkan kejahatan.

Bab 4 Mengagungkan Allah Swt. Dengan Tunduk Pada Perintah-Nya

  BAB IV MENGAGUNGKAN ALLAH SWT DENGAN TUNDUK PADA PERINTAH-NYA   A. SUJUD SYUKUR Sujud syukur ialah sujud yang dilakukan sebagai tanda te...